PEMILIHAN UMUM (PEMILU) merupakan salah satu bentuk perwujudan dari kedaulatan rakyat. Melalui pemilu, rakyat dapat menentukan siapa pemimpin negaranya untuk satu periode (5 tahun) kedepan. Termasuk di negara Indonesia yang menganut sistem demokrasi.
Karena itu, sejatinya Pemilu sebagai suatu cara menentukan seorang pemimpin negara maupun daerah. Melalui pemilu warga negara dapat berpartisipasi aktif dan terlibat secara langsung baik sebagai pemilih maupun yang dipilih.
Keterlibatan warga negara tersebut dapat dijadikan sebagai representasi dari implementasi penyelenggaraan kekuasaan tertinggi negara yang absah oleh rakyat.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Budiarjo (2008:367) bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara dan, secara langsung atau tidak langsung, memengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).
Sedangkan menurut Surbakti (1992:192) yang dimaksud dengan partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau memengaruhi hidupnya.
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sarana utama bagi rakyat untuk memilih pemimpinnya baik di eksekutif maupun legislatif.
Di Negara Indonesia pemilu diselenggarakan dengan berpegang teguh pada asas langsung, umum, bebas, jujur, rahasia dan adil, serta harus juga diselenggarakan tanpa diskriminasi.
Bahkan ditegaskan dalam pasal 27 ayat UUD 1945 yang berbunyi “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Berdasarkan pasal tersebut dapat dipahami bahwa tidak ada pembedaan terhadap kedudukan warga negara yang satu dengan yang lainnya termasuk didalam penyelenggaraan pemilihan umum. Namun terkadang, hak-hak penyandang disabilitas dalam pesta demokrasi ini seringkali terabaikan.
Seringkali anggapan-anggapan bahwa disabilitas tidak mampu berkontribusi banyak bagi bangsa dan negara bahkan dianggap tidak memiliki kemampuan atau kompetensi di bidang-bidang tertentu masih sering ditemui. Padahal para penyandang disabilitas ini memiliki potensi-potensi luar biasa yang mungkin tidak dimiliki oleh orang lain.
Stigma-tigma negatif ini tentu harus dihilangkan di masyarakat. bahwasannya para penyandang disbilitas merupakan bagian dari warga negara Indonesia yang memiliki kedudukan yang sama dan memiliki hak serta kewajiban yang sama sebagai warga negara Indonesia termasuk dalam penyelenggaraan pemilu.
Di Undang-undang No. 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum pasal 5 berbunyi “Penyandang disabilitas yang memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemilih, sebagai calon anggota DPR, sebagai calon anggota DPD, sebagai calon Presiden/Wakil Presiden, sebagai calon anggota DPRD, dan sebagai Penyelenggara Pemilu”.
Lebih jauh hal ini ditegaskan kembali di dalam Undang-undang No. 8 tahun 2016 tenatng penyandang disabilitas, hak politik penyandang disabilitas tertuang dalam pasal-pasal berikut ini:
1. Pasal 13
a. memilih dan dipilih dalam jabatan publik;
b. menyalurkan aspirasi politik baik tertulis maupun lisan;
c. memilih partai politik dan/atau individu yang menjadi peserta dalam pemilihan umum;
d. membentuk, menjadi anggota, dan/atau pengurus organisasi masyarakat dan/atau partai politik;
e. membentuk dan bergabung dalam organisasi Penyandang Disabilitas dan untuk mewakili Penyandang Disabilitas pada tingkat lokal, nasional, dan internasional;
f. berperan serta secara aktif dalam sistem pemilihan umum pada semua tahap f dan/atau bagian penyelenggaraannya memperoleh Aksesibilitas pada sarana dan prasarana penyelenggaraan pemilihan umum, pemilihan gubernur, bupati/walikota, dan pemilihan kepala desa atau nama lain; dan
g. memperoleh pendidikan politik.
2. Pasal 75
a. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin agar Penyandang Disabilitas dapat berpartisipasi secara efektif dan penuh dalam kehidupan politik dan publik secara langsung atau melalui perwakilan.
b. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin hak dan kesempatan bagi Penyandang Disabilitas untuk memilih dan dipilih.
3. Pasal 76
Penyandang Disabilitas berhak untuk menduduki jabatan publik.
4. Pasal 77
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib menjamin hak politik Penyandang Disabilitas dengan memperhatikan keragaman disabilitas dalam pemilihan umum, pemilihan gubernur, bupati/walikota, dan pemilihan kepala desa atau nama lain.
Berdasarkan pasal 13 huruf f juncto Pasal 76 dan Pasal 77 Undang-undang No. 8 tahun 2016 tentang disabilitas diatas dapat dipahami bahwa penyandang disabilitas memilik hak yang sama dalam penyelenggaraan pemilu termasuk menjadi bagian dari penyelenggara pemilu di berbagai tingkatan.
Dewasa ini, penyelenggaraan pemilu yang aksesibilitas atau sering disebut sebagai pemilu inklusif sedang digaung-gaungkan sebagaimana disampaikan oleh Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU) RI Rahmat Bagja, “Saya kira dengan situasi sekarang kita bisa membantu mewujudkan lingkungan yang teman-teman disabilitas bisa melakukan tugas dan fungsi sebagai penyelenggara pemilu”, Kamis (26/5/2022).
Gagasan tersebut dapat menjadi angin segar dan merupakan sebuah wujud nyata dari penyelenggaraan pemilu yang inklusif. Persoalannya sekarang adalah, mau atau tidaknya BAWASLU maupun lembaga penyelenggara pemilu lainnya konsekuen dan konsisten mewujudkannya?
Apabila hal ini dapat diwujudkan, tentu akan berdampak positif terhadap penyelenggaraan pemilu di Indonesia, sekaligus memutus stigma-stigma negatif masyarakat terhadap disabilitas. ***